Sebelum
Desember 2012
Saya adalah
perempuan bekerja sejak lulus kuliah. Malang melintang didunia kerja dalam
berbagai bidang. Menikmati hari-hari sendiri terutama saat terima uang gaji
akhir bulan. Saya bisa jalan-jalan, mengajak emak belanja bulanan, bisa membeli
ini itu sendiri tanpa ada tanggungan besar. Liburan asyik, menjelajah banyak
area wisata, menyibukan diri dengan berbagai hobi. Sampai pada usia hampir
genap 29,
semua itu berhenti karena ‘panggilan’ untuk
menikah datang. Ya, meski ada sedikit kekhawatiran akan tidak sebebas masa
single yang tentu berkurangnya kebahagiaan yang dirasakan selama ini.
Mulai Desember
2012
Dijaman yang
serba instan dan modern ini versi bahagia setiap orang menjadi berbeda. Maklum,
beraneka produk dan fasilitas ini itu yang ditawarkan disertai tuntutan kebutuhan hidup yang semakin tinggi
dan mahal membuat orang harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit.
Saya, termasuk
orang yang memulai hidup baru (menikah) dari nol besar. Ya, bagaimana tidak?
Suami saya yang memulai usaha dengan menjual madu, memiliki komitmen tinggi
untuk mandiri. Kami tinggal didaerah pedesaan, jauh dari orang tua dan sanak
saudara.
Rasa kurang
bahagia mulai menyelimuti ketika suami pulang hanya membawa recehan atau kadang
tidak membawa uang sama sekali. Bayangkan, kehidupan saya 180oterbalik.
Jika dulu mampu membeli apapun yang dimahu, tapi setelah menikah terpaksa harus
apa adanya. Tidak jarang saya menangis dan merasa menyesal.
Beruntung,
suami adalah seorang yang sabar. Disela keterbatasan itu, ia menjelma menjadi
seorang motivator yang mampu menggugah semangat dan mindset. Dari situ saya
sering merenung, apa arti bahagia. Terutama disaat kami pergi liburan gratis,
jalan-jalan melihat pemandangan sawah atau piknik, (bermalam dilantai dua,
menikmati hamparan lingkungan asri dari loteng). Argh... sepertinya saya mulai
bahagia dan saya begitu menikmati berbagai cerita menginspirasi dari suami
tercinta.
Tahun demi
tahun perjalanan rumah tangga kami jalani. Penjualan Abi, begitu saya menyebut
suami, semakin bertambah banyak. Stoknya tidak hanya madu yang diecer 15.000
rupiah perbotol, tapi ada banyak jenis herbal dan oleh-oleh haji yang
bermanfaat. Pelanggannya pun semakin banyak.
#bahagiadiRumah.
Tentu saja! Selain ada anak, saya juga bisa melakukan banyak hal dirumah. Ya,
meski saya bukan ibu rumah tangga yang bekerja di kantor yang memiliki
penghasilan sendiri. Tapi saya bisa melakukan usaha dirumah. Saya membuat
artikel online, melayani desain promosi, masih bisa ngeblog, membaca, gabung di
sosial media dan meraup banyak informasi penting seputar keluarga, mengurus
anak, kesehatan dan lain-lain. Lebih dari itu semua, selain mengurus rumah dan
anak-anak saya bisa bereksperimen dengan berbagai resep kue untuk anak-anak dan
suami.
Jalan-jalan ke sawah |
Dari adaptasi
selama masa pernikahan saya mengambil banyak sekali pelajaran, bahwa
#bahagiadirumah itu sederhana. Bahwa bisa melihat suami dan anak-anak sehat
kita mampu bahagia. Ketika kita mengajarkan anak-anak berbagai hal baik,
seperti membuat kue bersama, kita mampu bahagia. Memasak makanan untuk mereka
kita mampu bahagia. Ketika kita bisa mengaktualisasikan diri dengan berbagai
hobi kita mampu bahagia. Ketika kita hanya bisa piknik di loteng kita mampu
bahagia. Karena semua itu bersama keluarga, meski bukan diarea wisata.
#BahagiadiRumah ketika mengurus anak |
Loteng Rumah Kami |
Semua yang
dilalui adalah hal yang membahagiakan. Seperti bahagianya Nova yang telah
berkiprah mendampingi perempuan selama 28 tahun. Kalau saya yang baru saja
menginjak tahun ke-5 dengan sedikit banyak pengalaman suka duka, apalagi Nova?
Saya yakin sepak terjangnya sangat tinggi. Dengan selalu berkomitmen memberikan
banyak hal bermanfaat untuk semua khususnya perempuan. “Happy #Novaversary!”
Semoga Tabloid Nova selalu menginspirasi perempuan dalam berbagai bidang dan
keadaan. Seperti kisah saya ini, bahwa #bahagiadirumah itu sederhana.
0 comments:
Post a Comment