Saya sangat mengerti jika Uwak, sering sekali menelepon
saya. Lebih dari sekedar melepas kangen karena akhirnya kami dipisahkan jarak
setelah saya menikah 4 tahun silam, tetapi karena Uwak sendiri dan kesepian. Bagaimana
tidak? Uwak yang sudah memiliki suami dan dua ‘buntut’ tinggal dirumah
sendirian. Beliau hanya dijenguk dua minggu sekali oleh anak-anaknya dan nyaris
sebulan sekali oleh suami yang mencari nafkah diluar kota.
2 tahun
yang lalu :
"Wak, whatsapp-an wae atuh...
nelepon mah olok ongkos.." (Saya meminta Uwak, untuk mengirim pesan
via whatsapp ketimbang telepon yang
memakan banyak pulsa).
"Ah, gue mah apa attuh, hape aja jadul banget. Jangankan was... apa tuh?
susah nyebutnya! layar geser aja susah makeknya"
Saya tertawa terbahak-bahak. Kakak
saya yang satu ini memang polos dan lucu. Beliau kurang suka dengan kosakata
Inggris. Layar sentuh saja menjadi layar geser.
Sudah berkali-kali saya menyarankan
agar Uwak belajar memakai smartphone.
Saya pikir, dengan sendirinya Uwak dirumah sepanjang hari, minimal Uwak bias belajar dan mengerti banyak hal. Karena saya tau Uwak cukup
kreatif. Misal saja Uwak mau, Uwak bisa searching
berbagai resep, belajar bisnis online,
bisa chatting dengan teman temannya
yang sudah ber'digital' ria atau sekedar untuk melakukan video call ke adiknya yang satu ini.
“ #IndonesiaMakinDigital wak,.. masa Uwak
ketinggalan jaman? ”
Kalimat penggugah
itu sepertinya tidak membuat hati Uwak tersentuh.
Alasannya, mulai dari takut salah pencet sampai repot karena sulitnya
beradaptasi dengan layar sentuh.
Februari,
2015.
Intensitas telepon sedikit berkurang, saya pikir Uwak
mulai bosan. Dari cerita adik, Uwak mulai sering berdiam diri, melamun sambil manyun. Terutama jika berada diantara
teman-temannya.
"Masa, gue di didiemin? pada
cerita lucu di grup bbm. Gue si cuek
aja!" celoteh Uwak suatu hari.
"Cuek apa ‘panas’ wak?" tanya saya menggelitik. Secara tidak langsung menggiring Uwak
untuk selangkah lebih maju. Walhasil, diujung obrolan telepon saat itu, Uwak
bertanya juga.
"Emangnya, kalau cetingan mahal yeh??"
Agustus.
Masih tahun lalu.
Pagi itu, setelah memeriksa status pengiriman barang di
toko online, saya mencek sederet
email masuk. Sempat dibuat kaget. Sebuah pesan baru
dari seseorang.
"Halo Umi..."
Saya mencoba menerka-nerka. Biasanya
yang memanggil sebutan Umi hanya keluarga di Bogor dan ibu-ibu tetangga yang bisa saya
pastikan mereka tidak akan serajin itu mengirim email. Lalu siapa?
Belum sempat terjawab, muncul sebuah
notifikasi undangan berteman di facebook. Saya sentuh sekali hingga lembar
facebook terbentang. Lagi-lagi akun tanpa poto. Timeline menunjukan bahwa
siempunya baru saja bergabung. Tetapi saya menerima permintaan pertemanan itu.
"Umi ! hehe.." Baru saya
sadar, ketika undangan berteman di BBM saya terima. Diikuti pesan di whatsapp yang tentunya saya tau siapa pengirimnya.
"Owalah... Uwakk!"
Penasaran sirna. Saya gembira bukan main sampai akhirnya ngobrol panjang. Uwak pun sempat beberapa kali
mencoba voice dan video call nya. Meski sedikit repot tapi
menyenangkan. Sambil mengarahkan Uwak menggunakan gadget barunya, saya
mengurus beberapa pesanan barang online, membayar pajak listrik dan air melalui internet banking.
Hari berganti hari, semakin sadar akan keperluan gadget Uwak pun semakin rajin. Dicobanya berbagai resep
dari Internet, membaca berita-berita kesehatan dan bisnis online pun digarap habis. Beruntung Uwak tidak suka gosip, jadi
berita infotainmen kurang diminatinya.
Bukan untuk sekedar eksis. Uwak yang
memang pandai berbisnis ini mulai melihat peluang. Selfi gaya anak muda pun
tidak melulu menjadi kebiasaan. Menurutnya, sejak terjun kedunia digital banyak
hal yang ia tahu, termasuk rencana
usaha yang mulai ia rencanakan secara matang.
2016
Awal tahun 2016 adalah kali ke 5 saya menjalani
rutinitas mudik ke Bogor. Melepas rindu pada kampung halaman, saudara, kawan
lama dan pastinya emak tercinta. Tidak terkecuali Uwak dengan segala
perubahannya. Saya lihat jemarinya begitu lancar menyentuh layar geser yang
masih jadi istilahnya. Uwak juga tidak kesepian, sesekali ia tertawa, tersenyum
saat bercengkrama dengan suami atau teman-temannya.
#IndonesiaMakinDigital terasa semakin lengkap dengan keikutsertaan Uwak
didalamnya.
Ada satu hal yang jujur membuat saya
tidak terpikir sebelumnya. Uwak benar-benar merealisasikan keinginannya soal menjalankan bisnis. Saya
pikir, hal itu hanya sekedar curhatan Uwak belaka. Tetapi, ternyata tidak. Sebulan lebih saya
berada di Bogor, saya menyempatkan diri untuk menginap dirumah Uwak sesekali. Uwak,
dengan segala cara dan informasi yang ia dapat membuka sebuah warnet
kecil-kecilan dirumah. Dibantu Aldi si anak sulung dan beberapa temannya.
INDIHOME
Pertama kali dengar kata itu dari Uwak.
Dulu, tidak terlalu mau tahu sampai akhirnya saya berselancar dengan segala
fasilitasnya yang menurut saya MEMUKAU.
Bukan lebay, tapi faktanya
memang begitu. Kalau ada yang komplain, boleh saja. Toh setiap orang punya
pengalaman yang berbeda.
"Wah, Uwak jadi buka warnet?!"
saya terperanjat. Melihat jajaran beberapa PC (Personal Computer) pagi itu. Ia
hanya mengangguk-angguk. Saya lihat ia masih sendiri. "Jaga sendiri?"
Uwak mengangguk lagi. "Ish,
hebat yeh!"
Pagi itu, warnet dengan lima PC termasuk server
itu masih sepi pengunjung. Buka sejak pukul 7 sampai Pukul 9 malam. Saya iseng mencoba koneksi internetnya
dengan streaming youtube.
Wow, sungguh mengejutkan! dialog serial Elif episode 183
berjalan lancar tanpa macet! Laksana jalan tol, saya barengi dengan mendownload beberapa Megabyte aplikasi dan video
via android.
'Alergi' kambuh, alias 'tangan gatal' untuk download sana sini kalau ada koneksi
internet super cepat. Jadilah, waktu itu, selama beberapa menit, tersimpan satu
film kartun anak dan beberapa aplikasi tersimpan di memori smartphone.
Sedikit tergelitik, saya tanya Uwak mengenai
koneksi.
"Gue bayar bulanan sekitar enam ratus ribuan per bulan. Kata yang
pasang, itu udah termasuk speedy, telepon sama nonton tv"
Saya melongo. Saat itu juga saya searching daftar harga dan paket IndiHome.
Ternyata dengan iuran sebesar itu, Uwak mendapat akses kecepatan internet
mencapai 20 Mbps. Wah, saya semakin
tertarik lalu menggeser bangku dan duduk mencermati Uwak yang sedang memotong
motong kangkung.
Paket IndiHome selain murah
tentu saja all in one buat saya. Uwak bilang saya bisa memakai telepon kapan saja saya mau. Gratisannya banyak! 1000 menit baik lokal maupun interlokal per
bulan. Belum lagi fitur telepon tambahan lain seperti IndiHome Telepon Mania,
IndiHome Telkomsel Mania dan IndiHome Global Phone.
Adalagi soal Usee
TV. Ini sih bukan main senengnya. Gimana nggak? Satu-satunya hiburan di rumah
kontrakan kecil saya di Solo hanya televisi 14 inci yang hanya mampu menangkap
satu saluran televisi lawas dengan kualitas gambar sangat buruk. Dengan IndiHome, mata saya jadi ‘normal’.
Usee TV
memungkinkan kita mengakses channel-channel keren baik lokal maupun luar.
Seperti National Geographic Channel, FoxSport dan lain-lain. Kita juga masih
bisa Add ON Interactive TV dengan berbagai paket dan harga. Tinggal pilih dan
daftar sesuai hobi dan keinginan.
Satu persatu anak datang untuk
bermain game online. Sementara saya masih fokus membaca artikel tentang
IndiHome sambil menunggu download-an
yang hampir selesai.
Asiknya,... pulang bawa oleh-oleh
film.
Kembali ke Uwak.
Uwak yang sekarang jelas berbeda. Saat
ini dia memang masih sendirian dirumah. Belanja
sendiri, masak dan makan sendiri. Tapi Uwak lebih sibuk dan ceria.
Saya tahu, bahwa aktifitas digitalnya bukan sekedar gaya hidup,
melainkan kebutuhan yang meringankan tugas-tugasnya karena harus menjaga warnet. Bayar telepon, listrik, PAM, Transfer uang untuk anak
anak, belanja kebutuhan warnet, dan lain-lain.
Semua bisa dilakukannya lewat layar geser. Hehe...
Uwak yang sekarang online terus, terutama saat ‘bersua’ dengan sang
suami yang berada nun jauh disana.
Buat saya, ini sulap ala IndiHome, yang bikin alone nggak pakek lonely. Uwak sendiri tapi tidak kesepian. Sesekali mendengar teriakan anak-anak yang asik ‘perang’, tertawa dan
bercanda dengan teman lainnya.
Ditengah maraknya gaya hidup digital Uwak
tidak lagi merasa ketinggalan zaman, kini ia bisa berinteraksi dengan siapapun
termasuk teman-teman dari mana saja
dan kapan saja.
Uwak, dengan gadget
ditangannya jadi bukti. Dengan keberanian dan keyakinannya untuk selalu bisa
belajar dan belajar.
Akhir cerita, saya
ucapkan terimakasih buat Telkom
IndiHome. Semoga bisa terus
meningkatkan kualitas pelayanannya. Sungguh, sulapmu
membahagiakan...
Suatu
hari selepas mudik, 2016
Handphone berdering beberapa kali.
“Kenapa lagi wak?”
“Mih, gue mau belajar Photoshop
dong...”
“???”
Welcome back bu
ReplyDeleteWelcome back bu
ReplyDeleteih ceceu,... si mamah eksis disitu. dikira apaan cuma link aja di ig. Si mamah lagi jaga warnet tuh ce, kapan ke bogor lagi...
ReplyDeletehaha.. aldi apa icha ni? unknown gitu. pan simamah the owner,...keren si mamah mah ayeuna eksis di dumay euy.
ReplyDelete