//Recent Comments Settings var numComments = 5; var characters = 60;

16 September 2017

Aku, Jilid 2

10 tahun yang lalu

Jilbab warna hitam itu berkibar kibar tertiup angin. Indah. Kibarannya menebarkan kesejukan di hati. Menegur iman yang semakin menipis tergerus jaman. Aku terpana. Maha Suci Allah, Sang Pemilik Hidayah yang mampu membolak balikan hati manusia.

Pagi itu, sekitar jam 8 aku tiba di stasiun Cikini dengan hati masih berdebar debar. Sepanjang jalan menuju kampus, satu satunya perempuan berhijab lengkap dengan cadar itu masih membayangi. Tatapannya, meski sebentar seolah mengajakku untuk mengikuti sesuatu.  Ya, Rabb. Apakah ini, yang terus berkecamuk dalam hati?


Buku yang berjudul Jilbab Wanita Muslimah masih terus kubawa kemanapun. Berkali kali pula aku setel radio Islam, yang entah sejak kapan menjadi favorit. Aku lebih sering mendengarkan ceramah dan murotal ketimbang musik dan berita. Banyak hal yang membuat aku berpikir. Aku ingin berubah. Ya, berubah.
Saat itu, aku masih sering keluar rumah menggunakan kaos ketat dan hotpants.  Dilengkapi gelang dan kalung metal yang  melingkar dileher.

Semula aku senang dan santai. Tetapi, lama kelamaan aku merasa risih. Entah apa yang mereka pikirkan saat melihatku? aku merasa tidak lebih dari sekedar tontonan. Bukan tuntunan.

Nyaris 5 kali aku mondar mandir antara toilet dan pintu keluar stasiun. Didepan cermin itu aku pakai jilbab satu satunya, hingga yang tersisa hanya wajah bulat. Malu, aku benar benar tidak percaya diri. Apa kata teman temanku nanti?! Hari ini juga aku memakai kemeja lengan panjang dengan rok lebar.



Bayangan perempuan bercadar itu datang lagi. Tulisan tulisan nasihat dan ceramah ceramah yang sering aku dengar. Ya Allah, ini sungguh membingungkan. Apakah aku harus terus ke kampus dengan jilbab ini atau tidak? Kemudian aku tercengang dengan perkataan penjaga toilet. Tiba tiba ia sudah ada disampingku. “Kenapa mba, galaw ya?” Aku hanya melempar senyum getir, tidak peduli. Waktu hanya tersisa 10 menit sebelum jam kuliah dimulai.

Dengan mantap seraya mengucapkan basmallah aku keluar stasiun. Sepanjang jalan itu, aku terus mengukuhkan hati. Ini tekadku, Jadi Lebih Baik dengan Berhijrah!

Aku jilid 2

Tidak terduga. Semua teman menyambutku dengan kalimat penyemangat. “Masya Allah! Ini Windi? Cantik...” kata Yasmin, gadis keturunan Arab yang juga berjilbab. Dia juga salah satu penyemangat yang menginspirasiku. Aku tersenyum dan pasrah saat ia memelukku. Ahlan wa sahlan, bisiknya.

Begitulah hari itu. Hari perubahan penuh haru, Hari dimulainya ‘hidup’ baru.

Aku jilid 2, adalah sebutan orang dikampung untukku. Meninggalkan jilid satu yang penuh kebodohan. Aku tidak peduli  dengan celaan dan candaan mereka. Aku hanya berharap, dengan keistiqomahan ini, akan banyak lagi muslimah berjilbab. Karena jilbab adalah syariat yang akan menjadikan wanita lebih mulia.

Berbagai dukungan juga datang. Selain dari motivasi, ada juga yang  memberikan aku jilbab, dari yang baru sampai jilbab bekas layak pakai. Disini aku sadar, bahwa satu kebaikan akan mendatangkan kebaikan kebaikan lain.

Qadarullah. Sejak menikah pada pertengahan Desember tahun 2012, aku memutuskan untuk memakai cadar. Hingga saat ini aku terus belajar pelbagai hal. Salah satunya, bagaimana menjadi wanita muslimah yang baik dan tangguh diera digital.

Adalah Saliha, sebuah situs yang inspiratif dan cocok untuk muslimah baik yang masih single atau sudah berkeluarga. Disana, kita bisa belajar tentang parenting, melirik dunia kuliner, fashion, travel, nasehat nasehat, tips di kolom wellness atau kisah inspiratif lain dari manca negara.



Buat saya, Saliha seperti majalah digital. Dengan memasang aplikasinya di smartphone. Kita bisa meraup ilmunya dimana saja dan kapan saja.

Akhir kata, Alhamdulilah. Terimakasih Allah, terimakasih teman, terimakasih Saliha. Semoga kita selalu Istiqomah. Aamiin.

1 comment: