Karena penasarannya semakin memuncak,
akhirnya beberapa menit kemudian Kyuti mendekati Rei.
“Assalamu’alaikum”
“Eh,”
Rei menoleh, menjawab salam lalu melepas kacamata tiga dimensinya. Pintu rak
tertutup otomatis saat Rei menekan salah satu tombol pada dinding rak.
“Kamu...”
kalimat Kyuti terputus. Matanya melirik pada sederetan buku kelas berat.
Buatnya, membaca buku novel, buku pengetahuan umum dan
berita-berita terupdate saja sudah cukup meski ia dulu pernah menggeluti bidang programming. Tapi karena otak kanannya memberontak, akhirnya ia banting stir untuk tidak lagi masuk kedunia coding.
berita-berita terupdate saja sudah cukup meski ia dulu pernah menggeluti bidang programming. Tapi karena otak kanannya memberontak, akhirnya ia banting stir untuk tidak lagi masuk kedunia coding.
Rei
hanya tersenyum seperti biasa. Tanpa berkata apa-apa, ia langsung lewat begitu
saja. Menghampiri kursi-kursi yang lengang.
“So,
kapan aku dapat jawabannya?” tanya Kyuti.
“Jawaban
apa? Memang aku sudah dapat pertanyaan?” Rei menyeruput air putih yang baru
saja ia tuang dari dispenser.
“Yah,
kamu ngertilah...” lanjut Kyutie. Rei hanya diam dan membuang nafas panjang.
Pandangannya kosong, seolah mengincar burung yang terbang dilangit sambil
bertopang dagu.
Kyuti
masih menunggu.
“Aku
tidak mengerti kode-kode itu. Meski sudah sekian buku yang aku pelajari dari
komputer virtual. Mungkin aku terlalu emosi, hingga ingin terlalu cepat tahu”
Rei mendengus kecewa. “Seperti keinginan programmer. Cerita dari virtual itu
akan menyambut kita sesuai dengan kondisi emosi. Kalau kamu gak mau terlalu
tau, maka cerita itu akan berhenti. Atau jika kamu terlalu ingin tau, maka step-stepnya kadang tidak terlalu rinci
dan ambiguitas.”
Kali
ini Rei melipat kedua tangannya diatas meja untuk menopang kepalanya yang
pusing.
“I think, I am gonna error” keluh Rei
lagi.
“Hei,
What’s up?! Come on Rei, tell me. What’s
your problem?!” Kyuti pindah posisi duduk. Mendekati Rei yang mulai cerita
aneh tentang dirinya.
Disalah satu bagian gedung markaz, terdapat
sebuah ruangan profil. Disana adalah tempat anggota-anggota baru yang ingin
istiqomah menjalankan kajian. Seluruh anggota didata termasuk para pengurus
tetap.
Mereka
yang akan didata secara detail, tinggal berdiri diatas panggung bundar
berdiameter satu meter. Lalu secara otomatis, panggung itu akan bergerak
kekanan dan kekiri, sementara operator digital akan membacakan setiap detil
bagian yang di sensor, termasuk mata sebagai tanda pengenal di mesin sensor.
Saat
ini ada sekitar kurang dari lima puluh jumlah para anggota dan pengurus.
Datanya tersimpan baik di gudang data milik markas. Sewaktu-waktu jika
diperlukan maka para pengurus bisa mencek atau mengupdate data mereka.
Khusus
bagi pengurus, mereka bisa mengupdate
data umum dari jarak jauh. Untuk itu setiap pengurus dilengkapi chip otomatis
yang bisa dimasukan ke cyber computer mana saja yang ditemui.
Diluar
gudang data, terdapat beberapa meja dan kursi serupa seperti diruangan
perpustakaan yang juga dilengkapi peralatan yang disesuaikan dengan pekerjaan
masing-masing pengurus.
Disudut
ruangan dekat aquarium adalah ruang kerja Kyutie. Mejanya rapih hanya jika
libur tiba. Kyuti sendiri bertugas untuk mendokumentasi dan mendesain fasilitas
promosi event-event yang kerap kali diselenggarakan markaz. Ia memilih ruang
kerja yang baginya strategis untuk menangkap ide. Yakni ruangan yang menghadap
jalan dan air lift yang berseliweran
diluar, atau hanya sekedar memandangi ikan jadi-jadian hasil karya Doly yang
terobsesi untuk menggemukan kucing-kucingnya yang manis tak karuan.
Disebelah
ruangannya, ada seperangkat meja dan komputer yang diletakan bersinggungan
dengan meja Kyuti. Setiap hari, dengan tekun, seorang gadis ‘gila’ baca akan
duduk disana, mencari berbagai informasi untuk dijadikannya artikel pada
halaman website dan page markaz disalah satu situs jejaring sosial. Komputer
miliknya juga terhubung ke komputer milik Sisi. Gadis ceria yang sebenarnya
suka membaca. Tapi karena terlalu banyak mengedit naskah-naskah virtual, Sisi
jadi lebih sering kebablasan. Ikut kedalam petualangan Doraemon. Sementara ini
ia cukup puas dengan kacamata 3d
nya
yang nyaris sama dengan ‘pintu kemana saja’ milik tokoh kartun idolanya itu.
Sebagai seorang
pustakawati yang kelewat rajin. Sisi suka menyempatkan diri bertemu dengan
penulis-penulis buku terkenal. Ia masuk kedalam dunia virtual, setelah
sebelumnya membuat janji. Menurutnya, hal itu dirasa perlu, sebagai rekomendasi
bagi mereka yang akan meminjam buku-buku bagus. Jam terbangnya tinggi. Karena
dalam seminggu ia suka mengadakan pertemuan virtual dengan beberapa penulis
untuk wawancara dan tidak jarang memakan waktu yang cukup lama.
(bersambung)
0 comments:
Post a Comment