//Recent Comments Settings var numComments = 5; var characters = 60;

19 June 2012

LOWBAT (part 2)


ACER Episode 1  
Oleh : Windi Hastuti
lowbat part 1 bisa di klik disini 

Tardulude. Begitu nama lengkapnya. Mendongak sekali lagi kelangit yang tidak mungkin lagi bisa diajak kompromi, kecuali doa-doa yang ia harap akan dikabulkan.
“Pliss... jangan ujan dulu... aku kan nggak bawa payung...” selorohnya sambil menahan kesal karena handphonenya ‘mati suri’. Tapi dalam hati ia bersyukur karena masih ada jam tangan anti air yang tidak akan lowbat dalam jangka waktu tertentu.

Langkahnya terhenti. Kini ia berhadapan dengan jalanan lengang. Tak ada mahluk hidup satupun. Bahkan kucing atau sekedar tikus got yang mengorek-ngorek sampah. Sementara langit telah memutuskan diri untuk menurunkan bala tentaranya. Pertama-tama, rintiknya jatuh lambat. Mungkin besarnya pun sebesar biji kacang tanah.
Aw! Teriaknya saat satu bulir air hujan menimpa hidungnya yang bangir. Namun kakinya tak juga bergeming untuk meneduh, karena matanya masih gemas mencengkram suasana yang mulai kabur. Dan akhirnya...
“Ah.... lengkap sudah!!” katanya dengan nada suara tinggi sambil menengadahkan kedua tangan,berusaha melirik langit yang terus menghunjam bumi dengan rintik-rintik hujan. “Handphone ‘mati’, alamat tak jelas, tidak ada orang yang bisa ditanya dan hujan lebat!!”

Sekian detik berlalu, Tardulude masih tak bergeming. Bajunya lepek. Pencariannya yang belum berujung hanya menyisakan sedikit lagi semangat yang hampir hilang. Ingatannya tertuju pada Bak Wan. Seorang muallaf yang mengangkatnya sebagai keponakan sejak ia masih bayi.
“Tal, lu olang halus bisa jaga dili... oe udah tua. Mungkin sebental lagi oe mati” jelas Bak Wan yang susah payah mengatur nafasnya yang tersengal. Penyakit asma yang dideritanya selama bertahun-tahun rupanya sudah lelah menemani hidupnya.
Bak Wan adalah seorang pedagang yang handal. Dulu, ia memulai karirnya dengan berjualan tepung terigu. Kemudian ia bekerja disebuah perusahaan pemasok gandum terbesar pada jamannya. Dari sana, ia bersahabat baik dengan pemilik, belajar bisnis dan akhirnya pelan-pelan mulai membangun usahanya sendiri yakni, menjual bahan bangunan skala besar.
“Koh... jangan ngomong gitu dong, Tar jadi sedih nih.. lagipula, Tar belum pernah sama sekali ketemu dengan Ihna Jong” Tar berurai air mata.
“Tal.. lu bisa tanya sama Ci Amit. Dia itu sodala sepupunya Ihna Jong. Pokoknya kalau lu ketemu dia, bilang, gua mau ketemu. Gua mau bikin sulat walisan. Sekalang... lu liat gua udah payah, gak bisa kemana-mana. Lagian gua gak punya nomel kontak Ihna Jong lagi.”
Tar mengangguk-angguk. Sebagai bentuk baktinya pada Bak Wan, ia berjanji akan memenuhi permintaan itu. Sambil mengusap pipinya ia bangkit, meraih tas, handphone kesayangan dan pamit pergi. Setelah sebelumnya melepas senyum penuh kasih sayang yang amat sangat pada orang yang telah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri.

Hujan mulai mereda.
Ternyata sepanjang perjalanan itu, ia menemukan beberapa pos satpam yang disampingnya berdiri pohon besar. Tiba-tiba saja ia jadi lupa bagaimana rupa pohon kapuk. Beberapa kali mencoba mengingat, maka yang muncul adalah pohon-pohon yang besarnya sejenis, seperti pohon manggis, dukuh, durian dan buah-buahan lainnya.
“Aduh, parah!” katanya seraya menggeleng-gelengkan kepala yang tidak pusing. lagi, untuk kesekian kali ia mengingat beberapa pos satpam yang telah dilaluinya. “Pos satpam pertama, pohonnya tinggi, tegak lurus, bercabang-cabang. Pos kedua, pohonnya tinggi besar, agak hitam, daunnya lebat. Yang ketiga... aduhh!!!” Tardulude semakin kacau. Rasanya saat ini ia butuh sesuatu seperti peta Dora atau pintu kemana saja milik Doraemon.
Kakinya terus melangkah. Sebuah pos satpam diujung jalan itu adalah pos satpam terakhir di sepanjang blok.
Sebuah plang besar terpampang melintang diatas pintu gerbang besi. Desainnya didominasi oleh warna merah. Selaras dengan warna cat rumah mewah didalamnya. Plang itu bertuliskan: 

KONGKALINGKONG,Ltd.
Ihna Jong
Jl. Merana blok Ngumpet No.1

Tardulude mendapati seorang satpam sedang tidur nyenyak. Disampingnya tergeletak dua mangkuk bekas mi ayam dan satu botol sprite. Lelaki itu tidur mendengkur. Pakaiannya lusuh. Tak tega membangunkan, Tardulude langsung masuk kedalam tanpa ragu.
Ting tonggg... Tar menarik tali lonceng berpita merah. Dalam benaknya bertanya-tanya, mengapa rumah sebesar dan semewah itu masih menggunakan lonceng. Padahal, kalau dipikir-pikir, dengan memasang bel, maka suaranya akan lebih merata keseluruh ruangan.
Hening.
Beberapa menit menunggu tanpa hasil. Tardulude mulai bosan. Tali lonceng itu mulai ditarik-tariknya tanpa kendali hingga suaranya bergaung-gaung dan talinya putus. Nyaris jantungnya hampir copot. Mukanya pucat pasi, takut ketahuan. Tar memarahi diri sendiri karena kecerobohannya.
Klek klek. Pintu berukir gambar naga itu terbuka pelan. Seperti mau menghadapi  monster, tubuh Tardulude membeku. Matanya tak berkedip menanti sosok yang dicari. Sementara gemuruh masih menjadi backsound ketegangannya sekarang.
Lelaki berperawakan besar dan tinggi menatap Tardulude dengan sangar. Janggut panjangnya yang sedikit mengganggu setiap kali tertiup angin, belum juga menyadarkan dirinya kalau lonceng yang tergantung itu talinya putus.
“Siapa kamu?” katanya dengan suara berat dan serak. Nadanya setimpal dengan gemuruh barusan.
“A...aku... Tar. Ma, mau cari... Ihna Jong... ka, kamu siappaa ?!” muka Tardulude pucat pasi, putih seperti lobak, nyaris tanpa darah.
“Aku LOWBATERE” jawabnya lagi, kini dengan mata melotot.
“A,apa?? Lowbat??!!”

______________________________________________________________________________
Biodata Penulis
“Penulis yang memiliki nama pena Windflower ini, rupanya cantik dan manis. Lahir di tanah betawi kurang lebih 28 tahun silam (maunya sih 17). Meski banyak hobinya yang berhubungan dengan bidang seni,salah satunya makan , tapi tidak meruntuhkan cita-citanya untuk bisa jadi penulis yang baik dan suka menabung. Telah menerbitkan 4 buku, diantaranya adalah antologi puisi bersama, dengan tema Bogor Kasohor bersama Group Persahabatan Menulis. Kini, penulis yang akrab dipanggil Windi ini sedang merampungkan novel ke-2 yang rencananya akan dipublish dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. “

5 comments:

  1. Hm... membingungkan....

    ReplyDelete
  2. setuju dengan rima, sebaiknya acer ini ga dipos di FBT... biar lebih privacy kita gitu.. coz ini kan proses belajar intern kita.. gitchuuu... :)

    ReplyDelete
  3. Yang komentato diatas gak ada namanya kasi nama setelah komen dunk.. soal pendapat diatas... kok gue malah tebalik yah? (apa ke pedeaa??) yang jelas gue pengen ini di ekspos, kita pun butuh komentar orang lain. selain untuk improve tapi untuk mupuk percaya diri juga. belum ta' keluarin penulis2 aslinya. hehe

    ReplyDelete
  4. ...aku seperti melihat butir-butir berlian yang baru tergali dari tambang. Ingin rasanya kubawa pulang, kupotong dan kubentuk sedemikian rupa, hingga keluar kilau indahnya... ^_^

    teruskaaaannnnn...

    ReplyDelete